Cover
Halaman Pengesahan
Abtrak
Daftar Isi
Daftar Tabel (bila ada)
Daftar Gambar (bila ada)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
E. Metode Penelitian
BAB II PEMBAHASAN
A. Judul sesuai dengan Rumusan Masalah 1
B. Judul sesuai dengan Rumuasn Masalah 2
C. dan sterusnya
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Tugas untuk KIR SMP Negeri 1 Mojokerto: Buat judul, dan point-point pada pendahuluan meliputi: latar belakang, rumusan masalah, tujaun, manfaat, dan metode penelitian.
Diketik dengan komputer Word dan dikirim ke email: berlianaputri@yahoo.com, atau boleh ditulis tangan dan dikumpulkan hari Kamis pukul 13.30. Tugas ini akan dijadikan bahan seleksi untuk menentukan peserta KIR yang benar-benar berminat dan punya potensi.
Minggu, 27 Juli 2008
Jumat, 18 Juli 2008
Menulis, Untuk Apa?
Ada orang yang pinter menulis. Ada yang tidak. Jangankan menulis artikel atau cerpen, menulis diary saja macet. Kok bisa, ya?
Menurut saya, orang trampil menulis atau tidak, semua tergantung latihan. Kalau mau berlatih, pasti menulis menjadi kegiatan yang gampang. Tapi kalau gak mau berlatih, gak mau mencoba praktik, ya selamanya menulis hanya menjadi cita-cita dan angan-angan belaka.
Dari pengalaman sich, motivasi sangat penting bagi seorang penulis. Mau jadi penulis, apa motivasimu? Seberapa kuat motivasi itu?
Kalau saya terus terang, motivasi dalam menulis adalah untuk mendapat uang. Saya sebenarnya kurang berbakat menjadi penulis. Suatu hari saya membaca majalah, dan pada ruang pembaca ada tanya jawab soal honor tulisan di majalah itu. Saya baru tahu, kalau majalah itu menerima tulisan dari pembaca dan ada honor bagi penulis yang tulisannya dimuat. Pikir saya, berarti saya bisa cari uang dari menulis.
Saat itu, saya masih SMA kelas I. Saya anak petani dan merasa kurang cakap menjadi petani. Jujur, fisik saya tidak kayak ayah saya yang kuat. Saya juga tidak seperti kakak saya yang trampil bekerja. Saya gampang sakit kalau kena panas terik di sawah yang terbentang. Jadi, bayangan saya, kalau saya bisa cari uang dari menulis, saya bisa tunjukkan bahwa untuk bisa hidup tidak harus dengan bekerja menggunakan otot. Pakai otak juga bisa.
Maka, sejak itu saya menjadi tekun membaca berbagai majalah. Saya pelajari secara langsung, kayak apa sih, artikel dan cerpen yang dimuat. Dari belajar secara otodidak, akhirnya beberapa tulisan saya kirim juga. Berkali-kali tidak ada kabarnya.
Hingga suatu saat, semua kelelahan, semua penat, semua rasa putus asa, seolah sirna ketika tulisan pertama saya dimuat. Benar, dapat uang. Saat itu, tahun 1988, honor sebuah artikel di majalah terbitan ibukota sebesar Rp 25.000. Suatu jumlah yang sangat fantastis. Perbandingannya, upah ayah saya kalau disuruh orang mencangkul sawah, satu hari R 1500.
Dan yang lebih penting, ternyata bukan saja soal uang yang membuat saya tambah semangat. Ada kebahagiaan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Benar, bahagia sekali rasanya. Serasa seperti bermimpi saja.
Dan ajaib, dengan semangat yang tinggi, akhirnya saya mempunyai keberanian untuk kuliah. Nanti, saat kuliah, saya akan membiayai hidup dan kuliah di Malang dengan menjadi penulis. itulah tekad saya. Sebuah tekad yang kalau saya kenang sekarang merupakan sebuah keajaiban. Kadang, terasa mustahil bahwa saya akhirnya bisa selesai kuliah, kini jadi guru, bahkan baru saja menyelesaikan S2. Semua ini berangkat dari sebuah tekad yang muncul karena saya akan menjadi penulis.
Alhamdulillah, saat menjadi guru, semangat saya masih terus menyala. Baik menulis di Kompas, menulis buku, maupun menulis di weblog ini. Saya menulis dengan motivasi yang lebih kuat. selain untuk uang, ya untuk kepuasan. Rasanya plong, kalau uneg-uneg sudah tersalurkan.
Bagaimana pendapat Anda?
Menurut saya, orang trampil menulis atau tidak, semua tergantung latihan. Kalau mau berlatih, pasti menulis menjadi kegiatan yang gampang. Tapi kalau gak mau berlatih, gak mau mencoba praktik, ya selamanya menulis hanya menjadi cita-cita dan angan-angan belaka.
Dari pengalaman sich, motivasi sangat penting bagi seorang penulis. Mau jadi penulis, apa motivasimu? Seberapa kuat motivasi itu?
Kalau saya terus terang, motivasi dalam menulis adalah untuk mendapat uang. Saya sebenarnya kurang berbakat menjadi penulis. Suatu hari saya membaca majalah, dan pada ruang pembaca ada tanya jawab soal honor tulisan di majalah itu. Saya baru tahu, kalau majalah itu menerima tulisan dari pembaca dan ada honor bagi penulis yang tulisannya dimuat. Pikir saya, berarti saya bisa cari uang dari menulis.
Saat itu, saya masih SMA kelas I. Saya anak petani dan merasa kurang cakap menjadi petani. Jujur, fisik saya tidak kayak ayah saya yang kuat. Saya juga tidak seperti kakak saya yang trampil bekerja. Saya gampang sakit kalau kena panas terik di sawah yang terbentang. Jadi, bayangan saya, kalau saya bisa cari uang dari menulis, saya bisa tunjukkan bahwa untuk bisa hidup tidak harus dengan bekerja menggunakan otot. Pakai otak juga bisa.
Maka, sejak itu saya menjadi tekun membaca berbagai majalah. Saya pelajari secara langsung, kayak apa sih, artikel dan cerpen yang dimuat. Dari belajar secara otodidak, akhirnya beberapa tulisan saya kirim juga. Berkali-kali tidak ada kabarnya.
Hingga suatu saat, semua kelelahan, semua penat, semua rasa putus asa, seolah sirna ketika tulisan pertama saya dimuat. Benar, dapat uang. Saat itu, tahun 1988, honor sebuah artikel di majalah terbitan ibukota sebesar Rp 25.000. Suatu jumlah yang sangat fantastis. Perbandingannya, upah ayah saya kalau disuruh orang mencangkul sawah, satu hari R 1500.
Dan yang lebih penting, ternyata bukan saja soal uang yang membuat saya tambah semangat. Ada kebahagiaan yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Benar, bahagia sekali rasanya. Serasa seperti bermimpi saja.
Dan ajaib, dengan semangat yang tinggi, akhirnya saya mempunyai keberanian untuk kuliah. Nanti, saat kuliah, saya akan membiayai hidup dan kuliah di Malang dengan menjadi penulis. itulah tekad saya. Sebuah tekad yang kalau saya kenang sekarang merupakan sebuah keajaiban. Kadang, terasa mustahil bahwa saya akhirnya bisa selesai kuliah, kini jadi guru, bahkan baru saja menyelesaikan S2. Semua ini berangkat dari sebuah tekad yang muncul karena saya akan menjadi penulis.
Alhamdulillah, saat menjadi guru, semangat saya masih terus menyala. Baik menulis di Kompas, menulis buku, maupun menulis di weblog ini. Saya menulis dengan motivasi yang lebih kuat. selain untuk uang, ya untuk kepuasan. Rasanya plong, kalau uneg-uneg sudah tersalurkan.
Bagaimana pendapat Anda?
Senin, 14 Juli 2008
Romantika pada Saat MOS
Sebenarnya, di balik kesan serem yang muncul pada saat MOS, kadang muncul juga kesan romantis. Banyak kenangan yang bisa diingat saat MOS: baik kenangan pahit, lucu, haru, maupun kenagan-kenangan lain yang seru.
Maka lalui saja masa itu dengan semangat. Jangan merasa beban dengan segala tugas ini dan itu. Jalani dengan anggapan bahwa semua kegiatan sudah dirancang dengan tujuan baik. Yaitu membekali diri untuk bisa masuk dalam sebuah lngkungan yang baru.
Kalau nurutin kejengkelan hati, kadang ya bete juga. Gimana gak jengkel, datang ke sekolah harus pagi-pagi sekali. Udah gitu, kita mesti membawa ini itu yang kadang hanya mengada-ada. Bawa kacang ijo dengan jumlah yang ditentukan sebanyak 1111 1/3. Emang gak repot ngitung sampai seribu sebelas sepertiga. Apa maksudnya.
Di sinilah kadang kita mesti kreatif. Kalau kita gak ingin repot-repot menghitung, ya bawa aja kacang ijo dengan perkiraan, gak usah dihitung. Nanti kalau ditanya, bilang klau jumlahnya sudah segitu. Kalau senior gak percaya, hitung aja sendiri!
Masih banyak romantika saat MOS. Anda punya pengalaman lucu, seru, haru, sebel, atau apa pun soal MOS? Tulis aja pada komentar di bawah ini.
Maka lalui saja masa itu dengan semangat. Jangan merasa beban dengan segala tugas ini dan itu. Jalani dengan anggapan bahwa semua kegiatan sudah dirancang dengan tujuan baik. Yaitu membekali diri untuk bisa masuk dalam sebuah lngkungan yang baru.
Kalau nurutin kejengkelan hati, kadang ya bete juga. Gimana gak jengkel, datang ke sekolah harus pagi-pagi sekali. Udah gitu, kita mesti membawa ini itu yang kadang hanya mengada-ada. Bawa kacang ijo dengan jumlah yang ditentukan sebanyak 1111 1/3. Emang gak repot ngitung sampai seribu sebelas sepertiga. Apa maksudnya.
Di sinilah kadang kita mesti kreatif. Kalau kita gak ingin repot-repot menghitung, ya bawa aja kacang ijo dengan perkiraan, gak usah dihitung. Nanti kalau ditanya, bilang klau jumlahnya sudah segitu. Kalau senior gak percaya, hitung aja sendiri!
Masih banyak romantika saat MOS. Anda punya pengalaman lucu, seru, haru, sebel, atau apa pun soal MOS? Tulis aja pada komentar di bawah ini.
Jumat, 11 Juli 2008
LKTI dan LKWU SLTA se Indonesia
Berhubung banyaknya peminat yang bertanya tentang LKTI dan LKWU yang digelar oleh Magistra Utama pada tahun 2008/2009, berikut saya kutipkan informasi penting dari brosur lomba.
Syarat-Syarat Umum:
1. Peserta adalah siswa/siswi kelas I, II atau III SLTA (SMA/SMK/MA)
2. Karya tulis tansendiri, bukan saduran atau terjemahan atau duplukasi dari karya orang lain.
3. Naskah belum pernah dipublikasikan atau dilombakan.
4. Naskah dikirim lewat pos kepada Panitia LKTI & LKWU Magistra Utama, PO Box 141 malang 65100.
5. Naskah minimal 40 halaman, diketik komputer 1,5 spasi, kuarto/A4, disertai biodata penulis dan tanda tangan guru pembimbing dari sekolah (berstempel), fotocopy raport semesrter terakhir & foto 4x6 berwarna 2 buah.
Syarat Khusus LKTI
a. Naskah berbentu esay atau hasil penelitian empiris.
b. Wajib menyebutkan daftar pustaka. Isi bersifat ilmiah populer atau hasil penelitian teknologi tepat guna.
c. Kriteria penilaian: kesesuaian judul, isi dan maksud tulisan, aktualitas mtode penulisan, mencerminkan semangat anak muda menyongsong masa depan gemilang.
Syarat khusus LKWU
a. Wajib menunjukkan hasil karya, mulai dari proses pembuatan sampai penggunaan alat atau bahan tersebut.
Telah diuji coba dan dianalsis hasilnya dan tidak membahayakan, jika masuk final, peserta wajib membawa sampel produk.
Naskah disertai rencana publikasi dan pemasarannya.
Kriteria penilaian: nilai manfat prduk, nilai ekonomis, orisinalitas, nilai kreativitas, mencerminkan semangat anak muda menyongsong masa depan gemilang.
Hadiah Total:
24,5 juta
Syarat-Syarat Umum:
1. Peserta adalah siswa/siswi kelas I, II atau III SLTA (SMA/SMK/MA)
2. Karya tulis tansendiri, bukan saduran atau terjemahan atau duplukasi dari karya orang lain.
3. Naskah belum pernah dipublikasikan atau dilombakan.
4. Naskah dikirim lewat pos kepada Panitia LKTI & LKWU Magistra Utama, PO Box 141 malang 65100.
5. Naskah minimal 40 halaman, diketik komputer 1,5 spasi, kuarto/A4, disertai biodata penulis dan tanda tangan guru pembimbing dari sekolah (berstempel), fotocopy raport semesrter terakhir & foto 4x6 berwarna 2 buah.
Syarat Khusus LKTI
a. Naskah berbentu esay atau hasil penelitian empiris.
b. Wajib menyebutkan daftar pustaka. Isi bersifat ilmiah populer atau hasil penelitian teknologi tepat guna.
c. Kriteria penilaian: kesesuaian judul, isi dan maksud tulisan, aktualitas mtode penulisan, mencerminkan semangat anak muda menyongsong masa depan gemilang.
Syarat khusus LKWU
a. Wajib menunjukkan hasil karya, mulai dari proses pembuatan sampai penggunaan alat atau bahan tersebut.
Telah diuji coba dan dianalsis hasilnya dan tidak membahayakan, jika masuk final, peserta wajib membawa sampel produk.
Naskah disertai rencana publikasi dan pemasarannya.
Kriteria penilaian: nilai manfat prduk, nilai ekonomis, orisinalitas, nilai kreativitas, mencerminkan semangat anak muda menyongsong masa depan gemilang.
Hadiah Total:
24,5 juta
Kamis, 10 Juli 2008
Sepasang Mata Kosong
Tiap ajaran baru, saya menjadi salah satu interviwer bagi calon siswa baru dan orang tuanya. Di sekolah kami, seleksi bagi calon siswa baru memang tidak hanya berdasarkan nilai ujian nasional (SKHU), melainkan juga dari tes tulis dan tes wawancara. Meski nilai ujian nasionalnya tinggi, kalau nilai tes tulis dan wawancara jeblog, calon siswa bisa gigit jari alias terdegradasi dari rangking yang lulus.
Meski bobotnya sedikit (10%), panitia sudah berusaha agar hasil tes wawancara bersifat objektif. Maka pertanyaan dan pedoman jawab serta penskorannya dibuat sedemikian rupa. Saya menggunakan instrumen itu untuk mengajukan pertanyan demi pertanyaan.
Karena sudah biasa, maka wawancara berjalan lancar-lancar saja. Hingga suatu saat, ada seorang bapak justru mengajukan pertanyaan kepada saya. "Pak, kalau anak saya diterima di sekolah ini, berapa biaya yang harus saya keluarkan untuk keperluan daftar ulang dan sumbangan dana pengembangan sekolah?"
Saya pun menjawab dengan lancar. Tidak ada masalah. Uang seragam, uang awal tahun ajaran baru sekitar Rp 400.000,00. Lalu uang pengembangan sekolah minimal Rp1.800.000,00 dibayar separuh dulu.
Begitu lancarnya saya menjawab, sampai saya tidak begitu memperhtikan respon si Bapak. Saya baru tersadar akan adanya masalah ketika melihat si Bapak tiba-tiba bengong dengan pandangan kosong. Mata itu masih memandang saya, tapi terlihat pandangannya jauh, entah ke mana. Bibirnya bergetar.
Dan ketika kuajukan beberapa pertanyaan kepadanya, dia tidak menjawab apa-apa. Pikiranya lagi blank. Lalu dia bergumam, "Mahal sekali, ya?"
Saya terdiam. Pendidikan memang mahal, apalagi bagi orang-orang yang kurang beruntung seperti Bapak ini. Entahlah, saya menjadi kurang bersemangat melakukan wawancara.
Meski bobotnya sedikit (10%), panitia sudah berusaha agar hasil tes wawancara bersifat objektif. Maka pertanyaan dan pedoman jawab serta penskorannya dibuat sedemikian rupa. Saya menggunakan instrumen itu untuk mengajukan pertanyan demi pertanyaan.
Karena sudah biasa, maka wawancara berjalan lancar-lancar saja. Hingga suatu saat, ada seorang bapak justru mengajukan pertanyaan kepada saya. "Pak, kalau anak saya diterima di sekolah ini, berapa biaya yang harus saya keluarkan untuk keperluan daftar ulang dan sumbangan dana pengembangan sekolah?"
Saya pun menjawab dengan lancar. Tidak ada masalah. Uang seragam, uang awal tahun ajaran baru sekitar Rp 400.000,00. Lalu uang pengembangan sekolah minimal Rp1.800.000,00 dibayar separuh dulu.
Begitu lancarnya saya menjawab, sampai saya tidak begitu memperhtikan respon si Bapak. Saya baru tersadar akan adanya masalah ketika melihat si Bapak tiba-tiba bengong dengan pandangan kosong. Mata itu masih memandang saya, tapi terlihat pandangannya jauh, entah ke mana. Bibirnya bergetar.
Dan ketika kuajukan beberapa pertanyaan kepadanya, dia tidak menjawab apa-apa. Pikiranya lagi blank. Lalu dia bergumam, "Mahal sekali, ya?"
Saya terdiam. Pendidikan memang mahal, apalagi bagi orang-orang yang kurang beruntung seperti Bapak ini. Entahlah, saya menjadi kurang bersemangat melakukan wawancara.
Kekerasan Berbalut Pendidikan
Mulyoto
Para siswa senior, para guru pembina harus waspada. MOS membuka peluang munculnya kekerasan. Meski kadang kekerasan itu kadang dibalut dengan kata-kata manis: untuk mendidik, untuk membina, untuk mendisiplinkan ataupun untuk melatih mental.
Bukan maksud saya untuk menolak MOS. Saya hanya setuju bhawa MOS harus steril dari kegiatan yang bernuansa otoriter dan pemaksaan, baik secara fisik maupun mental.
Era sekarang itu era demokrasi. Era yang justru menghargai keterbukaan, keberanian berpendapat, dan keberanian mengembangkan kreativitas. Adik-adik Anda harus Anda didik untuk jadi anak yang berani, dan bukan penakut. Apalagi yang serba pasrah untuk melakukan perintah. Justru dialog harus dikembangkan.
Ini sering saya tehaskan dalam setiap kali MOS. Meski di lapangan sering kurang direspons, saya tidak lelah-lelahnya dan tidak akan bosan untuk tetap berteriak: hindari kekerasan.
Mungkin ada anggapan, saya terlalu demokratis. Atau terlalu lemah dalam melakukan proses penggemblengan. Ada celetuk, bahkan, "wah, nggak seru Pak!" Tapi, saya tetap yakin bahwa MOS bukan soal seru apa tidak. Tetapi soal, bisa enggak kita menampilkan model pembinaan yang humanistik, elegan, kreatif, dan bukan pembinaan yang berbau militeristik.
Sekedar mengingatkan, kekerasan dalam MOS sejatinya tidak lepas dari jerat hukum. apalagi yang berdampak pada jatuhnya kurban. Bisa terkena pasal penganiayaan, maupun kelalaian.
Semoga kita bisa menjalankan peran ini dengan baik.
Para siswa senior, para guru pembina harus waspada. MOS membuka peluang munculnya kekerasan. Meski kadang kekerasan itu kadang dibalut dengan kata-kata manis: untuk mendidik, untuk membina, untuk mendisiplinkan ataupun untuk melatih mental.
Bukan maksud saya untuk menolak MOS. Saya hanya setuju bhawa MOS harus steril dari kegiatan yang bernuansa otoriter dan pemaksaan, baik secara fisik maupun mental.
Era sekarang itu era demokrasi. Era yang justru menghargai keterbukaan, keberanian berpendapat, dan keberanian mengembangkan kreativitas. Adik-adik Anda harus Anda didik untuk jadi anak yang berani, dan bukan penakut. Apalagi yang serba pasrah untuk melakukan perintah. Justru dialog harus dikembangkan.
Ini sering saya tehaskan dalam setiap kali MOS. Meski di lapangan sering kurang direspons, saya tidak lelah-lelahnya dan tidak akan bosan untuk tetap berteriak: hindari kekerasan.
Mungkin ada anggapan, saya terlalu demokratis. Atau terlalu lemah dalam melakukan proses penggemblengan. Ada celetuk, bahkan, "wah, nggak seru Pak!" Tapi, saya tetap yakin bahwa MOS bukan soal seru apa tidak. Tetapi soal, bisa enggak kita menampilkan model pembinaan yang humanistik, elegan, kreatif, dan bukan pembinaan yang berbau militeristik.
Sekedar mengingatkan, kekerasan dalam MOS sejatinya tidak lepas dari jerat hukum. apalagi yang berdampak pada jatuhnya kurban. Bisa terkena pasal penganiayaan, maupun kelalaian.
Semoga kita bisa menjalankan peran ini dengan baik.
MOS Bukan Ajang Balas Dendam
MOS (Masa Orientasi Siswa) bukan ajang balas dendam. Kegiatan awal tahun pembelajaran ini merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memberi bekal kepada siswa baru agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru.
"Jadi, MOS bukan arena perploncoan, apalagi kekerasan bermotif balas dendam," tegas Mulyoto dalam rapat koordinasi panitia MOS di Aula SMKN 1 Pungging Kamis (10/7). Menurut Ketua MOS ini, paradigma yang kita gunakan adalah paradigma kasih sayang. Apa pun yang kita rancang, apa pun kegiatan yang kita gelar dalam MOS, semuanya harus bersifat mendidik, sebagai refleksi kasih sayang senior terhadap yunior.
Itulah sebabnya, dia mewanti-wanti agar para senior tidak over acting. "Setiap tindakan harus direncanakan, dikoordinasikan secara detil dan matang," tegasnya.
MOS SMK Negeri 1 Pungging memang agak berbeda dengan MOS sekolah lain. Dari sisi waktu, di sini lebih lama, selama 2 minggu penuh. Selama seminggu dipergunakan untuk kegiatan ceramah, diskusi, permainan, dan out bond. Seminggu berikutnya khusus untuk kegiatan PBB.
Penekanannya adalah pembentukan kedisiplinan dan penggemblengan fisik. "Sebagai sekolah teknik, SMK Negeri 1 Pungging memang berusaha mencetak siswa yang utuh. tidak saja cerdas, tapi juga kuat fisik dan mentalnya, dan terutama memiliki disiplin yang tinggi," kata Kapala Sekolah Drs. KH Syihabul Irfan Arief, M.Pd.
"Jadi, MOS bukan arena perploncoan, apalagi kekerasan bermotif balas dendam," tegas Mulyoto dalam rapat koordinasi panitia MOS di Aula SMKN 1 Pungging Kamis (10/7). Menurut Ketua MOS ini, paradigma yang kita gunakan adalah paradigma kasih sayang. Apa pun yang kita rancang, apa pun kegiatan yang kita gelar dalam MOS, semuanya harus bersifat mendidik, sebagai refleksi kasih sayang senior terhadap yunior.
Itulah sebabnya, dia mewanti-wanti agar para senior tidak over acting. "Setiap tindakan harus direncanakan, dikoordinasikan secara detil dan matang," tegasnya.
MOS SMK Negeri 1 Pungging memang agak berbeda dengan MOS sekolah lain. Dari sisi waktu, di sini lebih lama, selama 2 minggu penuh. Selama seminggu dipergunakan untuk kegiatan ceramah, diskusi, permainan, dan out bond. Seminggu berikutnya khusus untuk kegiatan PBB.
Penekanannya adalah pembentukan kedisiplinan dan penggemblengan fisik. "Sebagai sekolah teknik, SMK Negeri 1 Pungging memang berusaha mencetak siswa yang utuh. tidak saja cerdas, tapi juga kuat fisik dan mentalnya, dan terutama memiliki disiplin yang tinggi," kata Kapala Sekolah Drs. KH Syihabul Irfan Arief, M.Pd.
Langganan:
Postingan (Atom)